Tuesday, July 27, 2010

Bioethanol Pengganti Bensin


in paper exploiting bio ethanol as gasoline substitution explain that our dependence upon fossil fuel caused so many problems now, because of the limitation of the fossil fuel in the world. This paper will give a study about the usage of bio ethanol to substitute gasoline or as fuel additive. Bio ethanol is a clean-burning, high-octane fuel that produced from renewable sources. Theoretically ethanol will increase the thermal efficiency. Also decrease the gasoline harmful emission and extend the availability of fossil fuel in the world especially gasoline.


MESIN BENSIN
Ada beberapa hal yang mempengaruhi unjuk kerja mesin bensin, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara mesin akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada mesin yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.
Mesin bensin empat langkah menjalani satu siklus tersusun atas empat tahapan/ langkah. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
0 – 1 : Langkah Isap
Campuran udara bahan bakar dihisap kedalam silinder/ruang bakar. Piston bergerak menuju titik mati bawah (TMB). Katup isap terbuka dan katup buang tertutup.
1 – 2 : Langkah Kompresi
Kedua katup tertutup. Piston bergerak menuju titik mati atas (TMA). Sesaat sebelum piston mencapai TMA, bunga api dari busi dipercikkan dan bahan bakar mulai terbakar, sehingga terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2-3.


Gambar 1. Siklus Otto Ideal (diatas)
3 - 4 : Langkah Ekspansi
Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan, sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh gas bertekanan tinggi ini menuju TMB (langkah ekspansi). Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros engkol. Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, gas hasil pembakaran mengalir keluar dan tekanan dalam silinder turun dengan cepat.
4 – 1 : Langkah Pembuangan
Piston bergerak menuju titik mati atas mendorong gas didalam silinder ke saluran buang.
Pada motor bakar torak, daya yang berguna adalah daya poros , karena poros itulah yang menggerakkan beban. Daya poros itu sendiri dibangkitkan oleh daya indikator yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakkan torak. Sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, misalnya gesekan antara torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalannya. Disamping itu, daya indikator harus pula menggerakkan beberapa aksesori, seperti pompa pelumas, pompa air pendingin atau pompa udara pendingin, dll.
KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR ETHANOL
Salah satu bahan bakar yang dapat digunakan untuk menggantikan bensin adalah ethanol. Ethanol yang sering juga disebut etil alkohol rumus kimianya adalah , bersifat cair pada temperatur kamar. Ethanol dapat dibuat dari proses pemasakan, fermentasi dan distilasi beberapa jenis tanaman seperti tebu, jagung, singkong atau tanaman lain yang kandungan karbohidatnya tinggi. Bahkan dalam beberapa penelitian ternyata ethanol juga dapat dibuat dari selulosa atau limbah hasil pertanian (biomassa). Sehingga ethanol memiliki potensi cukup cerah sebagai pengganti bensin. OHHC52
Bebarapa karakteristik bahan bakar yang mempengaruhi kerja mesin bensin adalah :
• Bilangan Oktan
Ethanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi daripada bensin yaitu research octane 108 dan motor octane 92. Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya. Jika campuran udara bahan bakar terbakar sebelum waktunya akan menimbulkan fenomena knocking yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin.
• Nilai Kalor
Nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan seberapa besar energi yang terkandung didalamnya. Nilai kalor ethanol sekitar 67% nilai kalor bensin, hal ini karena adanya oksigen dalam struktur ethanol. Berarti untuk mendapatkan energi yang sama jumlah ethanol yang diperlukan akan lebih besar. Adanya oksigen dalam ethanol juga mengakibatkan campuran menjadi lebih ‘miskin/lean’ jika dibandingkan dengan bensin, sehingga campuran harus dibuat lebih kaya untuk mendapatkan unjuk kerja yang diinginkan.
• Volatility
Volatility suatu bahan bakar menunjukkan kemampuannya untuk menguap. Sifat ini penting, kerena jika bahan bakar tidak cepat menguap maka bahan bakar akan sulit tercampur dengan udara pada saat terjadi pembakaran. Zat yang sulit menguap tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin bensin meskipun memiliki nilai kalor yang besar. Namun demikian bahan bakar yang terlalu mudah menguap juga berbahaya karena mudah terbakar.
• Panas Laten Penguapan
Ethanol memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi. Ini berarti ketika menguap ethanol akan memerlukan panas yang lebih besar, dimana panas ini akan diserap dari silinder sehingga dikhawatirkan temperaturnya puncak akan rendah. Padahal agar pembakaran terjadi secara efisien maka

100

temperatur mesin tidak boleh terlalu rendah. Pada kenyataannya karena pembakaran berlangsung sangat cepat panas tersebut tidak akan sempat terserap, sehingga dengan bahan bakar ethanol penurunan temperatur hanya berkisar antara 20-40 F.
• Emisi gas buang
Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inheren didalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara bahan bakar dalam silinder. Semakin sempurna pembakaran maka emisi UHCnya akan semakin rendah. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar yakni 4.3-19 vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol, pembakaran campuran udara –ethanol menjadi lebih baik. Hal inilah yang dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin..
Karena temperatur puncak dalam silinder lebih rendah dibanding dengan pembakaran bensin, maka emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang bersifat racun, juga akan turun. Selain itu pendeknya rantai karbon pada ethanol menyebabkan emisi UHC pada pembakaran ethanol relatif lebih rendah dibandingkan dengan bensin yakni berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004)

CAMPURAN ETHANOL DENGAN BENSIN
Pemakaian ethanol murni secara langsung pada mesin bensin akan sulit karena diperlukan banyak modifikasi. Pada temperatur rendah ethanol akan sulit terbakar, sehingga dengan ethanol murni mesin akan sulit starting. Pencampuran ethanol dengan bensin akan mempermudah starting pada temperatur rendah. Sifat ethanol murni yang korosif dapat merusak komponen mesin seperti alumunium, karet , timah, plastik dll. Mencampur ethanol dengan bensin akan menghasilkan gasohol. Komposisi campuran dapat bervariasi. Selama ini pabrikan mobil Ford telah mengembangkan mobil berbahan bakar ethanol mulai dari E20 sampai E85, E20 berarti 20% ethanol dan 80% bensin. Keuntungan dari pencampuran ini adalah bahwa ethanol cenderung akan menaikkan bilangan oktan dan mengurangi emisi CO2. Berdasarkan penelitian B2TP BPPT gasohol dengan porsi bioethanol hingga 20% bisa langsung digunakan pada mesin otomotif tanpa menimbulkan masalah teknis dan sangat ramah lingkungan. Kadar C dari hasil uji pada rpm 2500 untuk gasohol 20% tercatat 0.76% CO, sedangkan premium 3.66% dan pertamax 2.85. Satu hal yang harus diteliti lagi adalah pada kondisi tertentu bensin agak sulit bercampur dengan ethanol karena molekul ethanol yang bersifat polar akan sulit tercampur secara merata dengan bensin yang bersifat non polar terutama dalam kondisi cair. Dan ethanol juga cenderung menyerap air yang juga bersifat polar.
PENGARUH PEMAKAIAN ETHANOL TERHADAP UNJUK KERJA MESIN
Mesin yang berbahan bakar alkohol secara teoritis akan memiliki unjuk kerja yang lebih tinggi atau minimal sama dengan yang berbahan bakar bensin. Hal ini disebabkan karena ethanol memiliki bilangan oktan yang lebih tinggi sehingga memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang lebih tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa bahwa mesin Otto berbahan bakar ethanol (sebagian atau seluruhnya ) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar bensin (Yuksel dkk, 2004), (Al-Baghdadi, 2003). Untuk rasio campuran ethanol :bensin mencapai 60:40 tercatat peningkatan efisiensi hingga 10% ( Yuksel dkk, 2004).
Tingkat keekonomisan suatu bahan bakar secara langsung tergantung dari seberapa kaya campuran udara bahan bakarnya dan hal ini tergantung dari seberapa besar ukuran main jet pada karburator . Ethanol memerlukan campuran yang lebih kaya daripada bensin, tetapi karena bilangan oktannya yang lebih tinggi maka pembakaran ethanol lebih efisien. Untuk mengetahui secara detail tingkat keekonomisan ethanol jika dibandingkan dengan bensin tentunya diperlukan kajian dan penelitian yang lebih mendalam. Dari penelitian B2TP BPPT konsumsi bahan bakar dengan menggunakan gasohol 20% angkanya mecapai 23.25 gr/jam, sedangkan pada premium mencapai 23 gr/jam dan pertamax 20.57 gr/jam.
MODIFIKASI MESIN
Secara umum ada beberapa modifikasi yang harus dilakukan pada mesin berbahan bakar ethanol atau gasohol, salah satunya adalah karburator. Diameter main jet orifice menunjukkan seberapa miskin atau kaya campuran yang akan masuk ruang bakar, semakin kecil lubangnya campuran semakin miskin. Karena ethanol memerlukan campuran yang lebih kaya maka lubang tersebut harus diperbesar. Selain itu mungkin akan diperlukan tambahan alat yang memungkinkan pencampuran ehanol dengan bensin agar lebih merata.
Untuk memperoleh keuntungan dari sifat antiknocking yang dimiliki ethanol maka ignition timing harus diubah. Jika pada umumnya mesin yang
101
berbahan bakar bensin waktu penyalaan adalah 8-10° sebelum TMA, karena ethanol memiliki bilangan oktan lebih tinggi maka ignition timing dapat dimajukan.
Masih terkait dengan bilangan oktan hal lain yang dapat dimodifikasi adalah perbandingan kompresi. Agar lebih optimal perbandingan kompresi dapat dinaikkan menjadi 14-15 atau minimal 12. Namun pengubahan perbandingan kompresi juga harus memperhatikan kekuatan material lain seperti connecting rod, bearing, dll.
KESIMPULAN
• Karena ethanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi daripada bensin maka perbandingan kompresi yang bisa dipakai juga lebih tinggi, dan efisiensi thermal teoritisnya akan lebih tinggi, sehingga secara teoritis pencampuran ethanol dengan bensin akan meningkatkan efisiensi mesin.
• Dari sifat fisisnya ethanol dapat terbakar lebih sempurna, sehingga gas buang lebih ramah lingkungan.
• Karena mesin kendaraan pada umumnya dirancang untuk bahan bakar bensin atau solar maka untuk mengganti bahan bakar diperlukan penelitian tentang ketahanan bahan mesin terhadap bahan bakar lain.
Sumber : Handayani,S.U,-PEMANFAATAN BIO ETHANOL
SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI BENSIN -Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Monday, July 26, 2010

limbah tapioka bisa jadi ethanol























Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik pengolahan tepung tapioka. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Dimana limbah tersebut berupa limbah padat yang biasa disebut onggok (ampas singkong) dan lindur
Mengingat tingginya volume limbah hasil produksi tersebut, maka akan sangat menguntungkan sekiranya limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berdaya guna. Dalam hal ini ampas singkong dan lindur dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol karena kandungan karbohidrat yang tersisa pada limbah tepung tapioka tersebut masih banyak.





Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain.Hidrolisa adalah reaksi zat organik atau anorganik dengan air. Air akan terdekomposisi menjadi dua ion dan bereaksi dengan senyawa lain, ion hidrogen membentuk satu komponen, sedang ion hidroksil membentuk senyawa lain. Hidrolisa dengan air murni berlangsung lambat dan hasil reaksi tidak komplit, sehingga perlu ditambahkan katalis untuk mempercepat reaksi dan meningkatkan selektifitas (Groggins, 1958). Fermentasi alkohol merupakan pembentukan etanol dan CO2 dari piruvat hasil glikolisis glukosa secara anaerobik (Lehninger, 1982). Pada tahun 1815, Gay-Lussac memformulasikan konversi glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Formulanya sebagai berikut :
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Dalam fermentasi alkohol, satu molekul glukosa hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP, sedangkan dengan respirasi aerob satu molekul glukosa mampu menghasilkan 38 molekul ATP
● Reaksinya :
glikolisis
1. Gula (C6H12O6) ————> asam piruvat (glikolisis)
2. Dekarbeksilasi asam piruvat yaitu piruvat yang dihasilkan dari pemecahan

glukosa kehilangan gugus karboksilat oleh kerja piruvat dekarboksilase
(Lehninger, 1982). Reaksi ini merupakan dekarboksilasi sederhana dan tidak melibatkan oksidasi total piruvat dan tidak bersifat tidak balik dalam sel.
Asam piruvat ———————————> asetaldehid + CO2
piruvat dekarboksilase (CH3CHO)

3. Asetaldehid oleh alkohol dihidrogenase diubah menjadi alkohol (etanol).
2 CH3CHO + 2 NADH2 —————> 2C2H5OH + 2 NAD
Alcohol dehidrogenase enzim
• Sehingga reaksinya menjadi:
C6H12O6 ———> 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 NADH2 + Energi

Mikroba Fermentasi
Mikroorganisme memerlukan media yang mengandung nutrisi tertentu untuk tumbuh. Mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media baru pada umumnya tidak segera berkembang, tetapi memerlukan waktu penyesuaian. Jika faktor lingkungan memungkinkan, maka mikroorganisme akan berkembang dengan kecepatan lambat, kemudian meningkat menjadi cepat Syarat-syarat yang dipergunakan dalam memilih ragi untuk fermentasi, adalah : cepat berkembang biak, tahan terhadap alkohol tinggi, tahan terhadap suhu tinggi,mempunyai sifat yang stabil, cepat mengadakan adaptasi terhadap media yang difermentasikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi
a. Nutrisi (zat gizi)
Dalam kegiatannya ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya :
− Unsur C : ada pada karbohidrat
− Unsur N : dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen,

ZA, Urea.
− Unsur P : penambahan pupuk fospat dari NPK, TSP, DSp dll

b. Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alkohol, ragi memerlukan media suasana asam, yaitu antara pH 4 – 5. Pengaturan pH dilakukan penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika substratnya asam.
c. Temperatur
Temperature optimum untuk dan pengembangbiakan adalah 27 – 300C pada waktu fermentasi, terjadi kenaikan panas karena ekstrem. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan supaya suhu dipertahankan tetap 27 - 300C.
d.Volume starter
Pada umumnya volume starter yang digunakan sekitar 5% dari volume larutan fermentasi. Hal ini dikarenakan pada volume starter yang lebih kecil dari 5% maka kecepatan fermentasi kecil, sedangkan pada volume starter yang lebih besar dari 5% kektifan yeast berkurang karena alkohol yang terbentuk pada awal fermentasi sangat banyak sehingga fermentasi lebih lama dan banyak glukosa yang tidak terfermentasikan.
e. Udara
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara). Namun demikian, udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi, untuk pengembangbiakan ragi sel.




Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioproses Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, pada bulan November-Desember 2008. Adapun bahan yang digunakan yaitu limbah padat ampas singkong dan lindur, Saccharomyces cereviceae, HCl, akuades, natrium karbonat, NaOH, amonium phospat, dan dinitrosalisylic acid. Sedangkan alat yang digunakan antara lain : peralatan penggilingan (blender), autoclaf, unit fermentasi, erlenmeyer, gelas ukur, dan inkubator shaker.Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah kadar etanol yang dihasilkan oleh ampas singkong dan lindur dengan waktu fermentasi selama 9 hari, sampel diambil setiap hari untuk analisa kadar etanol yang hasilnya tercantum pada Tabel 2
Sumber bahan yaitu ampas singkong dan lindur diperoleh dari Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, Pati. Dimana kandungan pati pada industri tapioka di daerah tersebut masih banyak.
Langkah pertama adalah bahan yang berupa ampas singkong dan lindur yang telah dikeringkan dihidrolisa dengan menggunakan HCl 0.5N. Berikutnya membuat starter dari biakan murni Saccharomyces cereviceae dan diaerasi selama 24 jam. Menyiapkan media fermentasi, 300 ml sampel
hasil hidrolisa diatur pHnya 4-5 ditambahkan starter 5% V, untuk mendapatkan kadar etanol optimum sampel difermentasikan selama 9 hari pada inkubator shaker, suhu fermentasi 27-30oC, kecepatan pengadukan 100 rpm. Hasil fermentasi dicentrifuge pada 3000 rpm selama 15 menit,selanjutnya sampel diambil untuk analisa kadar etanol. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui kadar etanol yang dihasilkan dan dianalisa dengan gas kromatografi. Respon yang didapat adalah kadar etanol yang terkandung dalam media pada fermentasi hari ke 1 sampai hari ke 9.








Grafik 1. Grafik Kalibrasi Konsentrasi Glukosa
Dari grafik di atas didapatkan kadar glukosa yang terkandung dalam lindur sebesar 0.898 gram. Sedangkan kadar glukosa yang terkandung dalam ampas sebesar 0.841 gram. Disini kandungan glukosa lindur lebih besar dari ampas karena lindur merupakan limbah padat sisa pengendapan dalam pembuatan tapioka. Sehingga dimungkinkan kandungan karbohidratnya masih banyak sedangkan ampas merupakan bahan sisa pemerasan/ ekstraksi singkong yang kandungan karbohidratnya lebih sedikit daripada lindur sehingga hasil hidrolisa yang didapat kadar glukosa lindur lebih besar daripada ampas sigkong
Bahan dengan konsentrasi glukosa tinggi mempunyai efek negative pada yeast, baik pada pertumbuhan maupun aktifitas fermentasinya. Kadar glukosa yang baik berkisar 10-18%. Apabila terlalu pekat, aktifitas enzim akan terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lama.Disamping itu terdapat sisa gula yang tidak terpakai dan jika terlalu encer maka hasinya berkadar alkohol rendah.

2. Kadar Etanol




Dari grafik dapat dilihat bahwa kadar etanol meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi, sesuai dengan kurva pertumbuhan mikroba dimana fase deselarasinya (pertumbuhan optimal) terjadi pada hari ke 7 fermentasi dengan kadar etanol pada lindur 1.84% berat dan ampas singkong 1.66% berat. disini kadar etanol yang dihasilkan lindur lebih besar daripada kadar etanol ampas singkong karena konsentrasi glukosa lindur lebih besar
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Konsentrasi glukosa pada lindur sebanyak 0.898 gram dan ampas singkong sebanyak 0.841gr
2. Kadar etanol paling tinggi didapat pada hari ke 7 yaitu lindur 1,84% berat dan ampas singkong 1,66% berat
3. Yield etanol yang didapat hari ke 7 yaitu lindur 0.0184 % berat dan ampas singkong 0.0166 % berat.
Saran
1. Saat hidrolisa suhu harus sampai optimum agar glukosa yang di hasilkan maksimum
2. Fermentasi di lakukan pada ruang yang steril

Sumber : Retnowati,D dan Sutanti,R-Pemanfaatan Limbah Padat Ampas Singkong dan Lindur Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol-Makalah Penelitian UNDIP-2009




Mengolah Singkong Menjadi Etanol


Sebagai bahan baku BBN singkong diolah menjadi bioetanol pengganti premium. Singkong merupakan salah satu sumber pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat yang komplek. Sebelum difermentasi pati diubah menjadi glukosa,karbohidrat yang lebih sederhana. Dalam penguraian pati memerlukan bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan ini akan menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana. Setelah menjadi gula baru difermentasi menjadi etanol.
Sebelum difermentasi menjadi etanol pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah menjadi glukosa dengan bantuan cendawan Aspergillus sp. Langkah – langkah dalam pembuatan bioetanol berbahan dasar singkong adalah :
1. Mengupas singkong segar,semua jenis dapat dimanfaatkan,kemudian membersihkan dan mencacah berukuran kecil.

2. Mengeringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16 % sama dengan singkong yang dibuat gaplek. Tujuan pengeringan ini untuk pengawetan sehungga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.

3. Memasukkan 25 kg gaplek kedalam tangki berkapasitas 120 liter,kemudian menambahkan air hingga mencapai volume 100 liter dan memanaskan gaplek hingga suhu 100° C sam diaduk selama 30 menit sampai mengental menjadi bubur.

4. Memasukkan bubur gaplek kemudian memasukkan kedalam tangki skarifikasi. Skarifikasi merupakan proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin memasukkan cendawan Aspergilus sp yang akan menguraikan pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong memerlukan 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10 % dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. Sebelum digunakan cendawan dibenamkan ke dalam bubur gaplek yang telah dimasak agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.

5. Setelah dua jam bubur gaplek akan berubah menjadi 2 lapisan yaitu air dan endapan gula. Mengaduk kembali pati yang sudah berubah menjadi gula kemudian memasukkanya kedalam tangki fermentasi. Sebelum difermentasi kadar gula maksimum larutan pati adalah 17 – 18 % karena itu merupakan kadar gula yang cocok untuk hidup bakteri Saccaromyces dan bekerja untuk mengurai gula menjadi alcohol. Penambahan air dilakukan bila kadar gula terlalu tinggi dan sebaliknya jika kadar gula terlalu rendah perlu penambahan gula.

6. Menutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan menjaga Saccharomyces agar bekerja lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob atau tidak membutuhkan oksigen pada suhu 28° - 32° C.

7. Setelah 2 – 3 hari larutan pati berubah menjadi 3 lapisan yaitu lapisan terbawah berupa endapan protein,lapisan tengah air dan lapisan teratas etanol. Hasil fermentasi disebut bir yang mengandung 6 – 12 % etanol.

8. Menyedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.

9. Melakukan destilasi atau penyulingan untuk memisahkan etanol dari air dengan cara memanaskan pada suhu 78° C atau setara titik didih etanol sehinnga etanol akan menguap dan mengalirkannya melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.

10.Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut diperlukan etanol dengan kadar 99% atau disebut etanol kering sehingga memerlukan destilasi absorbent. Destilasi absorbent dilakukan dengan cara etanol 95% dipanaskan dengan suhu 100° C sehingga etanol dan air akan menguap. Uap tersebut dilewatkan pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga hingga diperoleh etanol dengan kadar 99 %. Sepuluh liter etanol 99% membutuhkan 120 – 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.


sumber : C Tri Kusumastuti-SINGKONG SEBAGAI SALAH SATU SUMBERBAHAN BAKAR NABATI (BBN)-skripsi UGM-2007

A.Peningkatan Produksi Singkong


Foto diambil di Lampung Tengah - "3G"

Pada saat ini di berbagai daerah di Indonesia telah tersedia lahan yang cukup luas,tetapi sumber daya lahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal karena kondisinya yang kritis. Kekritisan lahan ditandai dengan dengan terbatasnya suplai air dan kurangnya unsure hara tanaman.

Lahan-lahan kritis tersebut saat ini biasanya hanya ditanami dengan singkong tetapi singkong yang dihasilkan masih rendah. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan petani sehingga penanaman singkong tidak disertai teknik budidaya yang baik dan tanpa sentuhan teknologi. Sehingga tidak mengherankan jika banyak kemiskinan terjadi di lahan-lahan kritis. Sebenarnya lahan tersebut sangat berpotensi untuk ditanamai tanaman bahan baku BBN sehingga bisa dijadikan sumber pendapatan yang lumayan. Hanya saja diperlukan penerapan teknologi yang tepat dan penanganan yang intensif. Salah satu tanaman bahan baku BBN khususnya bioetanol yang bisa dikembangkan secara besar-besaran di lahan kritis adalah singkong.
Selain kondisi lahan yang kritis adanya degradasi lahan juga dapat menyebabkan penurunan hasil produksi singkong. Salah satu penyebab degradasi lahan yang cukup penting adalah penurunan kualitas fisik tanah,dalam hal ini adalah rusaknya struktur tanah. Kerusakan struktur tanah dimulai dari terbentuknya lapisan (seal) dan kerak (crust) dipermukaan tanah (surface sealing dan crusting). Keadaan tersebut dapat menyebabkan kesulitan perkecambahan biji,menghambat pertumbuhan tanaman dan pengurangan laju infiltrasi tanah. Penurunan laju infiltrasi tanah dapat mengurangi persediaan air dalam tanah,meningkatkan jumlah dan laju aliran permukaan serta meningkatkan bahaya erosi pada tanah.
Soil crusting merupakan lapisan tipis yang mengeras dipermukaan tanah dan biasanya banyak terjadi ditanah kering sedangkan soil sealing terjadi jika agregat-agregat yang hancur menjadi partikel-partikel yang lebih kecil masuk ke dalam pori tanah membentuk horizon tanah yang padat dan kemudian dapat menurunkan infiltrasi. Faktor penting yang dapat mempermudah terbentuknya sealing adalah tingginya kadar debu dan rendahnya kadar bahan organik tanah (Ramos et al 2000).
Bissonnais (1996) mengemukakan bahwa terbentuknya struktur crust pada permukaan tanah disebabkan energi kinetik hujan yang menimpa permukaan tanah dan terjadi pembasahan secara cepat yang menyebabkan slaking (perpecahan agregat) dan dispersi liat yang selanjutnya menutupi pori-pori tanah. Lapisan seal yang tipis berkembang dan setelah kering menjadi lapisan crust yang keras.
Terbentuknya crust dipermukaan tanah tergantung pada sifat dan proses pembentukan crust,pengaruh pengelolaan lahan dan tindakan pengelolaan untuk mengurangi degradasi struktur tanah. Kondisi struktur tanah cukup bervariasi tergantung pada jenis tanah,iklim dan pengelolaan lahan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara komplek dan selanjutnya akan mempengaruhi proses-proses fisik dan biologi dalam tanah untuk mengontrol struktur tanah.
Pengelolaan tanah yang dapat mempengaruhi pembentukan sealing dan crusting antara lain pengolahan tanah,sistem pertanaman dan penambahan bahan kimia ke dalam tanah. Ketiga faktor tersebut sulit untuk dipisahkan pengaruhnya karena dalam pelaksanaan dilapangan sering dilakukan secara bersama-sama (dilakukan secara kombinasi).
Pengaruh pengkerakan permukaan tanah pada pertumbuhan tanaman melalui berbagai cara antara lain (1) kerak dipermukaan tanah dapat menurunkan infiltrasi dan permeabilitas tanah dipermukaan. Hal ini dapat mengurangi imbibisi biji dan selanjutnya akan menghambat perkecambahan biji dan pertumbuhan tanaman. Kerak dipermukaan tanah juga dapat menghambat permeabilitas udara.(2) Dalam keadaan kering kerak dipermukaan tanah memiliki ketahanan penetrasi yang cukup tinggi sehingga dapat menghambat penyerapan hara dan selanjutnya akan berpengaruh pada produksi tanaman.
Upaya pengendalian crusting dapat dilakukan dengan pencegahan kerusakan struktur tanah dan perbaikan struktur tanah yang telah rusak. Pencegahan dan perbaikan kerusakan struktur tanah dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik dan melindungi permukaan tanah dari energi kinetik hujan dengan mengatur sistem pertanaman.
Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah sehingga dapat mengurangi surface sealing. Penambahan bahan organik dapat dilakukan dengan dengan pemberian pupuk kandang,pengembalian sisa tanaman maupun pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah.
Pengaturan sistem pertanaman meliputi pola tanam dan jenis tanaman yang diusahakan. Dengan mengatur pola tanam yang disesuaikan dengan distribusi hujan sepanjang tahun maka perlindungan terhadap permukaan tanah dapat terjadi secara terus menerus. Sehingga pada saat curah hujan tinggi tanah telah tertutup dengan vegetasi secara sempurna.
Perbaikan kondisi fisik tanah akibat berkurangnya crusting dapat meningkatkan produksi singkong sampai 30,92 ton/ha dibanding kontrol yang hanya 4,33 ton/ha (Therfaelder,2002)
Penanaman dan pemeliharaan singkong relatif mudah dan memiliki tingkat produksi yang sangat tinggi. Singkong mempunyai daya adaptasi yang cukup luas,mampu bertahan hidup di daerah-daerah yang cukup ekstrim dan umumnya beriklim tropis.Tanaman singkong termasuk jenis herba tahunan. Tingginya dapat mencapai 7 meter. Daunnya bertangkai panjang dengan bentuk menjari antara 5 – 9.
Singkong merupakan tanaman yang fleksibel karena dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi,mulai dari ketinggian 10 – 1500 m dpl. Singkong juga cocok dikembangkan di lahan marginal,kurang subur dan kekurangan air. Lahan-lahan ini masih banyak tersedia terutama di luar pulau Jawa.
Singkong dalam pengembangannya selain sebagai tanaman pangan juga sebagai bahan baku bioetanol.Dalam budidaya singkong yang diambil adalah umbinya,sebagai bahan pangan umbi ini kaya akan karbohidrat tetapi miskin akan protein namun hal ini bisa dipenuhi dari daun singkong yang juga merupakan sumber protein cukup tinggi. Beberapa jenis singkong memiliki umbi yang beracun karena mengandung asam sianida. Saat ini singkong racun ini dianggap sebagai obat kanker.


sumber : C Tri Kusumastuti-SINGKONG SEBAGAI SALAH SATU SUMBER
BAHAN BAKAR NABATI (BBN)-skripsi UGM-2007